Selasa, 03 Desember 2019

Pendidikan sebagai disiplin ilmu

2.1  Definisi Ilmu Pendidikan
Menurut S. Brojonegoro ilmu pendidikan yaitu teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan, dalam arti luas ilmu pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari soal-soal yang timbul dalam praktek pendidikan. Sedangkan Menurut Carter V. Good ilmu Pendidikan merupakan suatu bangunan yang sistematis mengenai aspek-aspek kuantitatif, objektif dan proses belajar, menggunakan instrument secara seksama dalam mengajukan hipotesis-hipotesis pendidikan untuk diuji dan pengalaman seringkali dalam eksperimental.
Menurut Imam Barnadib, ilmu yang membicarkan masalah-masalah umum pendidikan secara menyeluruh dan abstrak. Ilmu pendidikan bercorak teoritis dan bersifat praktis. pemikiran ilmiah yang bersifat kritis, metodis, dan sistematis tentang realitas yang disebut pendidikan.
Dengan demikian pengertian ilmu pendidikan adalah suatu kumpulan ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan memiliki metode-metode tertentu yang ilmiah untuk menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan bantuan atau didikan yang diberikan oleh orang “dewasa” kepada orang yang “belum dewasa” untuk mencapai kedewasaannya dalam rangka mempersiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna bagi dirinya, masyarakat dan Pencipta-Nya.
Ilmu pendidikan membahas tentang proses penyesuaian diri secara timbal balik antara manusia dengan manusia dan alam sebagai pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah. Pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan oleh si pendidik terhadap si terdidik dalam hal perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama di masa yang akan datang.
Ilmu Pendidikan merupakan sebuah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset  yang disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan. Konsep-konsep pendidikan tersebut tidak lain merupakan berdasarkan pengalaman yang ditata secara sistematis menjadi suatu kesatuan yaitu disebut skema konseptual. Dengan demikian isi Ilmu Pendidikan, terbentuk dari unsur-unsur yang berupa konsep-konsep tentang variabel-variabel pendidikan, dan bagian-bagian yang berupa skema-skema konseptual tentang komponen-komponen pendidikan.

2.2  Landasan – Landasan Ilmu Pendidikan
Landasan Disiplin Ilmu Pendidikan berikan pemikiran-pemikiran mendasar tentang struktur disiplin ilmu pendidikan. Landasan-landasan disiplin ilmu pendidikan meliputi: filosofis, ideologis, sosiologis, antropologis, kemanusiaan, politis, psikologis, dan religius.
A.  Landasan Filosofis
Aspek ontologis adalah Memberikan gagasan pemikiran mendasar yang digunakan untuk menentukan apa obyek kajian atau domain apa saja yang menjadi kajian pokok dan dimensi pengembangan disiplin ilmu Pendidikan.
Aspek epistemologis adalah bagaimana cara, proses, atau metode membangun dan mengembangkan disiplin ilmu hingga menentukan pengetahuan manakah yang dianggap benar, sah, valid, atau tepercaya.
Aspek aksiologis adalah apa tujuan ilmu pendidikan ini dibangun dan dikembangkan serta digunakan atau apakah manfaat dari disiplin ilmu pendidikan. Keberadaan landasan-landasan ini telah dan akan memperkokoh struktur disiplin ilmu untuk eksis dan berkembang luas lagi.
B.  Landasan Ideologis
Dimaksudkan sebagai sistem gagasan mendasar untuk memberi pertimbangan dan menjawab pertanyaan: (1) bagaimana keterkaitan antara Das sollen pendidikan, dan (2) bagaimana keterkaitan antara teori-teori pendidikan dengan hakikat dan praksis etika, moral, politik, dan norma-norma perilaku dalam membangun dan mengembangkan ilmu pendidikan. Menurut O’Neil (2001), ideologi sebagai landasan ini telah dan akan memberikan sistem gagasan yang bersifat ideologis terhadap ilmu pendidikan yang tidak cukup diatasi hanya oleh filsafat yang bersifat umum.
C.  Landasan Sosiologis
Memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan cita-cita, kebutuhan, kepentingan, kekuatan, aspirasi, serta pola kehidupan masa depan melalui interaksi sosial yang akan membangun teori-teori atau prinsip-prinsip disiplin ilmu pendidikan. Landasan ini akan dan telah memberikan dasar-dasar sosiologis terhadap pranata dan institusi pendidikan dalam proses perubahan sosial yang konstruktif. (Dewey, 1964 Kuhn, 2001).
D.  Landasan Antropologis
Memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar dalam menentukan pola, sistem dan struktur disiplin ilmu pendidikan sehingga relevan dengan pola, sistem dan struktur kebudayaan bahkan dengan pola, sistem dan struktur perilaku manusia yang kompleks. Landasan ini telah dan akan memberikan dasar-dasar sosial kultural masyarakat terhadap struktur disiplin ilmu pendidikan dalam proses perubahan sosial yang konstruktif. (Pai, 1990)
E.   Landasan Kemanusiaan
Memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan karakteristik ideal manusia sebagai sasaran proses pendidikan. Landasan ini sangat penting karena pada dasarnya proses pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.
F.   Landasan Politis
Memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan arah dan garis kebijakan dalam politik pendidikan dari disiplin ilmu pendidikan. Peran dan keterlibatan pihak pemerintah dalam landasan ini sangat besar sehingga pendidikan tidak mungkin steril dari campur tangan untuk birokrasi. (Foster, 1985, Freire, 2000).
G.  Landasan Psikologis
Memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan cara-cara disiplin ilmu pendidikan membangun struktur tubuh disiplin pengetahuannya baik dalam tataran personal maupun komunal berdasarkan entitas-entitas psikologisnya. Hal ini sejalan dengan hakikat dari struktur yang dapat dipelajari, dialami, diversifikasi, diklasifikasi oleh anggota komunitas disiplin ilmu berdasarkan kapasitas psikologis dan pengalamannya.
H.  Landasan Religius
Memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar tentang nilai-nilai, norma, etika, dan moral yang menjadi jiwa (ruh) yang melandasi keseluruhan bangunan disiplin ilmu pendidikan, khususnya pendidikan di Indonesia. Landasan ini telah berlaku sejak zaman Plato hingga Kant yang kemudian diakomodasi oleh Brameld (1956) melalui karya-karyanya khususnya dalam filsafat rekonstruksionisme. Landasan religius ini telah dan akan menolak segala sesuatu yang relatif (paham relativis), irasional, dan paham yang mengagungkan rasional semata yang tidak menempatkan agama sebagai landasan berpikir (intraceptive knowledge) atau kelompok manusia yang merasa menjadi pemenang dalam mengembangkan peradaban manusia, intellectus quaerens fidem (Somantri, 2001).
2.3  Paradigma Keilmuan
Ada empat jenis paradigma menurut gagasan Kuhn (1962) yang tidak mudah diidentifikasi dalam disiplin ilmu Pendidikan.
A.      Paradigma simbolik atau generalisasi simbolik, yakni generalisasi-generalisasi yang menyimbolkan atau melambangkan sebuah bentuk pendekatan, pemecahan, dan penjelasan atas realialitas atau teki-teki yang dihadapi dalam suatu pola yang bersifat logis dan matematis. Dalam teori pendidikan, misalnya dikenal generalisasi simbolik belajar merupakan proses stimulus dan respon (S-R).
B.       Paradigma metafisis, yakni kepercayaan atau keyakinan kepada model tertentu yang memungkinkan para ilmuwan membuat dan menggunakan bentuk analogi-analogi atau metafora tentang realitas yang penuh dengan teki-teki. Fungsi paradigma ini sama seperti paradigma simbolik ialah sebagai bentuk pendekatan, pemecahan, dan penjelasan atas realitas atau teka-teki yang dihadapi. Bedanya paradigma ini lebih berdasarkan pada kepercayaan dan keyakinan tertentu.
C.       Paradigma sebagai nilai, yakni paradigma yang didasarkan pada nilai-nilai bersama yang disepakati secara luas oleh seluruh atau berbagai komunitas disiplin ilmu sebagai kriteria esensial, mendalam dan mendasar.
D.      Paradigma sebagai eksemplar, yakni berupa contoh-contoh bersama tentang “pemecahan masalah nyata” yang dilakukan oleh seorang ilmuwan, dan “pemecahan masalah teknis” yang ditentukan oleh para ilmuwan, misalnya berupa jurnal ilmiah.
Merujuk pada jenis paradigma dari gagasan Kuhn ini, nampaknya tidak mudah untuk menentukan jenis paradigma tersebut untuk disiplin ilmu pendidikan. Sehingga sejauh perkembangan  idisiplin ilmu pendidikan saat ini, belum ada klaim yang secara eksplisit menyatakan suatu paradigma sebagai konstelasi komitmen bersama di kalangan pakar disiplin ilmu pendidikan. Namun sebagai bentuk kerangka atau sudut pandang yang terbatas, di dalam disiplin ilmu pendidikan sebenarnya dikenal pula beberapa klasifikasi paradigma yang berbeda dengan jeis paradigma tersebut meliputi:
A.  Paradigma perilaku (behaviorsm), obyek kajian disiplin ilmu pendidikan adalah struktur perilaku lingkungan terkait dan mengondisikan struktur perilaku lingkungan terkait dan mengondisikan struktur perilaku siswa. Adapun pokok persoalan yang harus dikaji adalah hubungan fungsional antara struktur perilaku lingkungan dengan struktur perilaku siswa sesuai dengan konteksnya.
B.  Paradigma kemanusiaan (humanism), objek kajian disiplin ilmu pendidikan adalah struktur dunia perseptual atau struktur kebutuhan dan dorongan dasar alamiah manusia. Struktur dunia perseptual manusia terdiri atas persepsi, keyakinan, pikiran, perasaan, kebutuhan, konsep diri atau tujuan pribadi, sedangkan struktur kebutuhan atau dorongan dasar alamiah, antara lain berupa rasa ingin tahu (sense of curiosity), hasrat ingin membuktikan secara nyata (sense of interest), dorongan untuk menemukan (sense of discovery), dorongan berpetualang (sense of adventure), dan dorongan menghadapi tantangan (sense of challenge). Adapun persoalan pokok yang perlu dikaji menurut paradigma kemanusiaan adalah antarhubungan antara tindakan manusia dengan struktur dunia perseptual dan struktur kebutuhan dan dorongan dasar alamiah sesuai dengan konteks pendidikan (Huitt, 2001)
C.  Paradigma kognitif, objek kajian disiplin ilmu pendidikan adalah struktur kognitif atau skema kognitif (scheme atau schemata) yang terdapat di dalam setiap individu. Adapun persoalan pokok kajian adalah antarhubungan antara struktur kognitif dan pengembangan kemampuan intelektual individu sesuai dengan konteks pendidikan. Asumsi yang mendasari paradigma kognitif bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk berpikir (homo sapiens). Di dalam dirinya manusia memiliki jiwa intelektual (intelectual soul) yang mampu menentukan sesuatu yang benar dan membedakan antara yang baik dari yang buruk. 
D.  paradigma sosial kultural, objek kajian disiplin ilmu pendidikan adalah struktur sosial dalam kehidupan masyarakat. Yang dimaksud struktur sosial disini adalah perkembangan masyarkat, budaya masyarakat (seperti nilai, norma), institusi-institusi masyarakat termasuk institusi keluarga dan sekolah. Adapun persoalan pokoknya adalah antarhubungan antara struktur sosial dan perkembangan individu sesuai dengan konteks Pendidikan.

2.4  Persyaratan Pendidikan Sebagai Ilmu
Suatu kawasan studi dapat tampil sebagai disiplin ilmu, bila memenuhi syarat-syarat :
A.  Memiliki objek studi (formal dan material)
Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia. Objek formalnya adalah menelaah fenomena pendidikan dalam perspektif yang luas dan integrative.
B.  Memiliki sistematika
Sistematika ilmu pendidikan dibedakan menjadi 3 bagian yaitu,
(1)     Pendidikan sebagai gejala manusiawi, dapat dianalisis yaitu adanya komponen pendidikan yang saling berinteraksi dalam suatu rangkaian keseluruhan untuk mencapai tujuan.Komponen pendidikan itu adalah :
(a)    tujuan pendidikan,
(b)   peserta didik,
(c)    pendidik,
(d)   isi pendidikan,
(e)    metode pendidikan,
(f)    alat pendidikan,
(g)   lingkungan pendidikan.
(2)     Pendidikan sebagai upaya sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia. Menurut Noeng Muhadjir sistematika ini bertolak dari fungsi pendidikan, yaitu : (a) menumbuhkan kreatifitas peserta didik, (b) menjaga lestarinya nilai insani dan nilai ilahi, (c) menyiapkan tenaga produktif.
(3)     Pendidikan sebagai gejala manusiawi. Menurut Mochtar Buchori ilmu pendidikan mempunyai 3 dimensi : (1) dimensi lingkungan pendidikan, (2) dimensi jenis-jenis persoalan pendidikan, (3) dimensi waktu dan ruang.
C. Memiliki metode
Memliki metode-metode dalam ilmu pendidikan :
1.    Metode normative, berkenaan dengan konsep manusiawi yang diidealkan yang ingin dicapai.
2.    Metode eksplanatori, berkenaan dengan pertanyaan kondisi, dan kekauatan apa yang membuat suatu proses pendidikan berhasil.
3.    Metode teknologis, berkenaan dengan bagaimana melakukannya dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
4.    Metode deskriptif, fenomenologis mencoba menguraikan kenyataan-kenyataan pendidikan dan lalu mengklasifikasikannya.
5.    Metode hermeneutis, untuk memahami kenyataan pendidikan yang konkrit dan historis untuk menjelaskan makna dan struktur dan kegiatan pendidikan.
6.    Metode analisis kritis, menganalisis secara kritis tentang istilah, pernyataan, konsep, dan teori yang ada dalam pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendekatan Kepemimpinan

Pengertian Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang di butuhkan. Dengan kata l...